Pro Blogger Templates

Kelanjutan Film Lampor (Keranda Terbang)


Sepertinya kualitas film horor Indonesia sudah mulai membaik, setelah sebelumnya ada film Pengabdi Setan dan Susana Beranak Dalam Kubur yang dibuat ulang dan berhasil menghantui Indonesia, lalu banyak bermunculan film-film horor yang menurutku juga bagus berdasarkan ceritanya dan yang harus bagus juga adalah make-up atau efek yang dibuat untuk menambah kesan horor setan yang menghantui di film-film itu.

Salah satu film horor yang barusan aku tonton beberapa hari lalu adalah film Lampor (Keranda Terbang) yang disutradarai oleh Guntur Soehardjanto serta dibintangi oleh Dion Wiyoko sebagai Edwin sang suami dari Netta yang diperankan oleh Adinia Wirasti.

Poster Film Lampor
Lampor sendiri adalah salah satu lelembut yang ada di tanah Jawa, khususnya di Jawa Tengah, dan mungkin di Jawa Timur juga, tapi ketika aku tanya ke istriku yang orang Malang, dia tidak tau jenis setan seperti lampor ini. Dulu waktu kecil ketika malam tiba, khususnya pas saat mau mahrib sering aku ditakut-takuti oleh orang tuaku untuk tidak bermain di luar rumah karena nanti bisa digondol (dibawa/diculik) lampor. Kalau gak lampor yang dijadikan kambing hitam adalah Wewe Gombel. Sebenernya kalau menurut orang tua, aku pernah tanya ke Ibuku kalau lampor itu adalah wewe jantan, sedangkan wewe gombel itu yang betina. Aku gak inget pastinya dulu waktu kecil diceritain lampor itu bentuknya kayak apa, tapi kalau wewe gombel itu bentuknya seperti nenek-nenek berambut panjang dan memiliki tetek (payudara) yang panjang seperti hampir menyentuh tanah gitu. Mungkin itulah kenapa wewe gombel suka menculik anak kecil untuk diasuh.

Kedua lelembut itu suka menculik orang. Kalau di desaku sendiri kata ibu pernah ada yang digondol wewe beberapa hari kemudia dia dikembalikan lagi namun cara mengembalikannya itu di taruh di kebon yang ada batu besarnya, anak itu ditaruh di atas batu itu hingga akhirnya ketemu. Ada juga yang ditaruh kebon bambu, saat dicari-cari orang-orang yang mencari dia tidak melihat anak itu, tapi anak itu melihat orang-orang yang sedang mencari dia. Untuk cerita di desaku sendiri tidak ada korban sampai mati gara-gara diculik wewe/lampor. Semuanya ditemukan selamat dan tidak gila ataupun stress setelah ditemukan. Berbeda dengan kejadian yang diceritakan oleh para saksi mata yang ditayangkan di akhir film Lampor itu.

Jadi kalau kata orang tuaku, ketika ada yang diculik oleh wewe gombel ataupun lampor, kedua lelembut itu nampak seperti orang yang dikenal oleh korbanya. Bisa jadi itu orang tua si korban ataupun sodara si korban. Saat si korban sudah diculik dan dibawa oleh lelembut itu, makan si korban akan diberikan makanan yang enak-enak, kalau kata orang tua si makan itu sebenernya adalah kotoran. Kalau nasi ya sebenernya belatung, kalau mie sebenernya adalah cacing tanah yang masih pada hidup. Oleh sebab itu orang tua dulu sering bilang, kalau sebelum makan kita disuruh berdoa dulu agar kalau ternyata sedang diculik oleh wewe gombel/lampor, setelah membaca doa maka makanan itu akan berubah kewujud aslinya dan karena merasa jijik dan tidak mau makan maka wewe itu akan memulangkan si korban ke alamnya, itu tadi dengan cara ditemui di tempat-tempat yang tidak semestinya entah itu di hutan, di kebon ataupun di sungai.


Nah, setelah aku nonton film ini, lagi-lagi aku punya bayangan kalau seandainya film ini dibuat sekuelnya, namun untuk sekuelnya tidak menceritkan kisah lelembut Lampor lagi, tapi menceritkan lelembut lain yaitu Wewe Gombe. Nantinya bisa aja ini jadi lampor universe ataupun lelembut universe semacam universenya The Conjuring itu. 

Aku sebenernya belum punya ide akan seperti apa seandainya nanti ada film kelanjutan film lampor ini. Tapi aku akan coba mengarang dikit lah seandainya aku jadi penulis cerita film ini, dan ini adalah film kedua yang akan aku coba buatkan cerita kelanjutannya dari film yang sudah tayang yaitu Lampor. 
Untuk kejadian film kedua dari film lampor ini masih berseting di Jawa Tengah, mungkin bisa lah di Pekalongan karena aku pernah mendengarkan cerita soal wewe gombel ini di tempat asalku. Tapi juga bisa di daerah Semarang, karena disana ada nama daerah yang bernama Gombel, yang menurut cerita-cerita yang beredar dulunya disana banyak bergentayangan lelembut Wewe Gombel itu, makanya daerah itu disebut dengan nama daerah Gombel.

Film wewe gombel ini mungkin akan kembali berseting di tahun-tahun sebelum banyaknya listri masuk ke desa-desa, dimana hampir semua pelosok desa masih diterangi oleh cahaya lampu templok dan juga obor. Televisi belum ada sebanyak sekarang, dan kondisi jalanan masih sepi serta terasa mencekam karena kurangnya penarangan di setiap sudut desanya. Karena wewe gombel adalah lelembut betina, maka yang akan menjadi korban penculikan tentunya adalah anak-anak kecil yang suka main saat mahrib-mahrib dan susah dibilangin oleh orang tuanya. 

Cerita bisa dimulai dari seringnya orang tua menakut-nakuti anak-anak kecil dengan hantu wewe gombel. Anak-anak kecil dilarang keluar saat mahrib mau menjelang karena orang tua pada takut kalau anaknya bakal hilang diculik oleh wewe gombel. Akhirya kejadian pun terjadi, ada anak yang hilang karena diculik oleh wewe gombel itu. 

Sampe situ aku stag mau ngelanjutin gimana lagi cerita film ini, oleh sebab itu aku akhiri dulu tulisan blog ini sampai sini, barangkali kemudian keluar ide baru maka akan aku lanjutin lagi menulis terusan cerita ini.